Minggu, 28 Maret 2010

Hak dan Kewajiban Wajib Pajak


 

Kewajiban Wajib Pajak


 

Kewajiban Mendaftarkan Diri

Sesuai dengan sistem self assessment maka Wajib Pajak mempunyai kewajiban untuk mendaftarkan diri ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) atau Kantor Penyuluhan dan Pengamatan Potensi Perpajakan (KP4)/ Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi perpajakan (KP2KP) yang wilayahnya meliputi tempat tinggal atau kedudukan Wajib Pajak untuk diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);

Disamping melalui KPP atau KP4/KP2KP, pendaftaran NPWP juga dapat dilakukan melalui e-register, yaitu suatu cara pendaftaran NPWP melalui media elektronik on-line (internet).

Fungsi NPWP adalah :
- sebagai sarana dalam administrasi perpajakan.
- sebagai identitas Wajib Pajak.
- menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan pengawasan administrasi perpajakan.
- dicantumkan dalam setiap dokumen perpajakan.

Dengan memiliki NPWP, Wajib Pajak memperoleh beberapa manfaat langsung lainnya, seperti : sebagai pembayaran pajak di muka (angsuran/kredit pajak) atas Fiskal Luar Negeri yang dibayar sewaktu Wajib Pajak bertolak ke Luar Negeri, memenuhi salah satu persyaratan ketika melakukan pengurusan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP), dan salah satu syarat pembuatan Rekening Koran di bank-bank, dan memenuhi persyaratan untuk bisa mengikuti tender – tender yang dilakukan oleh pemerintah.


A. NPWP

NPWP adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana yang merupakan tanda pengenal atau identitas bagi setiap Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajibannya di bidang perpajakan. Untuk memperoleh NPWP, Wajib Pajak wajib mendaftarkan diri pada KPP, atau KP4/KP2KP dengan mengisi formulir pendaftaran dan melampirkan persyaratan administrasi yang diperlukan, atau dapat pula mendaftarkan diri secara on-line melalui e-registration.


Syarat-syarat pendaftaran Wajib Pajak :

1. Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi yang tidak menjalankan usaha atau pekerjaan bebas (misalnya karyawan), dokumen yang diperlukan hanya berupa Fotokopi KTP yang masih berlaku atau paspor ditambah surat pernyataan tempat tinggal/domisili dari yang bersangkutan khusus bagi orang asing.
Untuk Wajib Pajak Orang Pribadi yang mempunyai kegiatan usaha , persyaratannya selain fotokopi KTP juga ditambah dengan surat pernyataan tempat kegiatan usaha atau usaha pekerjaan bebas dari Wajib Pajak. Bentuk surat pernyataan telah ditentukan oleh Direktorat Jenderal Pajak.

2. Bagi Wajib Pajak Badan, dokumen yang diperlukan antara lain :
a. Fotokopi Akte Pendirian dan perubahan atau surat keterangan penunjukan dari kantor pusat bagi bentuk usaha tetap.
b.Fotokopi KTP yang masih berlaku atau paspor ditambah surat pernyataan tempat tinggal/domisili dari yang bersangkutan khusus bagi orang asing, dari salah seorang pengurus aktif fotokopi KTP Pengurus.
c. Surat Pernyataan tempat kegiatan usaha dari salah seorang pengurus aktif. Bentuk surat pernyataan telah ditentukan oleh Direktorat Jenderal Pajak.

3. Bagi Wajib Pajak Bendahara yang diperlukan antara lain :
a. Fotokopi surat penunjukan sebagai bendahara;
b. Fotokopi KTP Bendahara.

Kepada Wajib Pajak diberikan Surat Keterangan Terdaftar (SKT) dan Kartu NPWP paling lambat 1 (satu) hari kerja setelah diterimanya permohonan secara lengkap. Perlu diketahui masyarakat bahwa untuk pengurusan NPWP tersebut di atas TIDAK DIPUNGUT BIAYA APAPUN.


 


 

B. Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (PPKP)
Setelah memperoleh NPWP, Wajib Pajak sebagai Pengusaha yang dikenakan PPN wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) pada KPP, KP4 /KP2KP, atau dapat pula dilakukan secara on-line melalui e-registration. Dalam rangka pengukuhan sebagai PKP tersebut maka akan dilakuan penelitian setempat mengenai keberadaan dan kegiatan usaha yang bersangkutan. Dengan dikukuhkannya Pengusaha sebagai PKP maka atas penyerahan barang kena pajak atau jasa kena pajak, wajib diterbitkan Faktur Pajak.

Kewajiban Pembayaran, Pemotongan/Pemungutan, Dan Pelaporan
Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakan sesuai dengan sistem self assessment wajib melakukan sendiri penghitungan, pembayaran, dan pelaporan pajak terutang.

A. Pembayaran Pajak
Mekanisme Pembayaran Pajak :
a) Membayar sendiri pajak yang terutang :
1) Pembayaran angsuran setiap bulan (PPh Pasal 25)
Pembayaran PPh Pasal 25 yaitu pembayaran Pajak Penghasilan secara angsuran. Hal ini dimaksudkan untuk meringankan beban Wajib Pajak dalam melunasi pajak yang terutang dalam satu tahun pajak. Wajib Pajak diwajibkan untuk mengangsur pajak yang akan terutang pada akhir tahun dengan membayar sendiri angsuran pajak setiap bulan.

2) Pembayaran PPh Pasal 29 setelah akhir tahun;
Pembayaran PPh Pasal 29 yaitu pelunasan Pajak Penghasilan yang dilakukan sendiri oleh Wajib Pajak pada akhir tahun pajak apabila pajak terutang untuk suatu tahun pajak lebih besar dari jumlah total pajak yang dibayar sendiri dan pajak yang dipotong atau dipungut pihak lain sebagai kredit pajak

b) Melalui pemotongan dan pemungutan oleh pihak lain (PPh Pasal 4 (2), PPh Pasal 15, PPh Pasal 21, 22, dan 23, serta PPh Pasal 26).
Pihak lain disini berupa :
1) Pemberi penghasilan;
2) Pemberi kerja; atau
3) Pihak lain yang ditunjuk atau ditetapkan oleh pemerintah.

Penjelasan lebih lanjut mengenai pemotongan dan pemungutan pajak diuraikan lebih lanjut pada bagian Pemotongan/ Pemungutan (butir C).

c) Pemungutan PPN oleh pihak penjual atau oleh pihak yang ditunjuk pemerintah.
d) Pembayaran Pajak-pajak lainnya.
1) Pembayaran PBB yaitu pelunasan berdasarkan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT). Untuk daerah Jakarta, pembayaran PBB sudah dapat dilakukan dengan menggunakan ATM di Bank-bank tertentu.
2) Pembayaran BPHTB yaitu pelunasan pajak atas perolehan hak atas tanah dan bangunan.

3) Pembayaran Bea Meterai yaitu pelunasan pajak atas dokumen yang dapat dilakukan
dengan cara menggunakan benda meterai berupa meterai tempel atau kertas
bermeterai atau dengan cara lain seperti menggunakan mesin teraan.

Wajib Pajak yang tidak melaksanakan kewajiban membayar pajaknya, Direktorat Jenderal Pajak akan melakukan penagihan Pajak.


 


 

Penagihan Pajak dilakukan apabila wajib Pajak tidak membayar Pajak terutang sesuai dengan jangka waktu yang telah ditentukan dalam STP, SKPKB, SKPKBT, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding. Maka Direktorat Jenderal Pajak dapat melakukan tindakan penagihan. Proses penagihan dimulai dengan surat teguran dan dilanjutkan dengan surat paksa. Dalam hal wajib Pajak tetap tidak membayar tagihan pajaknya maka dapat dilakukan penyitaan dan pelelangan atas harta wajib Pajak yang disita tersebut untuk melunasi Pajak yang tidak/belum dibayar.

Adapun jangka waktu proses penagihan sebagai berikut:
1. Surat Teguran diterbitkan apabila dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari dari jatuh tempo pembayaran Wajib Pajak tidak membayar utang pajaknya.
2. Surat Paksa diterbitkan dalam jangka 21 (dua puluh satu) hari setelah surat teguran apabila Wajib Pajak tetap belum melunasi utang pajaknya.
3. Sita dilakukan dala jangka waktu 2 x 24 jam sejak Surat Paksa disampaikan
4. Lelang dilakukan paling singkat 14 (empat belas) hari setelah pengumuman lelang. sedangkan pengumuman lelang dilakukan paling singkat 14 (empat belas) hari setelah penyitaan.

DJP dapat melakukan pencegahan dan penyanderaan terhadap wajib Pajak /penanggung Pajak yang tidak kooperatif dalam membayar hutang pajaknya.


C.Pemotongan / Pemungutan
Selain pembayaran bulanan yang dilakukan sendiri, ada pembayaran bulanan yang dilakukan dengan mekanisme pemotongan/pemungutan yang dilakukan oleh pihak ketiga. Adapun jenis pemotongan/pemungutan adalah PPh Pasal 21, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23, PPh Pasal 26, PPh Pasal 4 ayat 2, PPh pasal 15 dan PPN dan PPn BM.

Adapun definisi dari masing-masing pajak penghasilan tersebut adalah sebagai berikut :
- PPh Pasal 21 adalah pemotongan pajak yang dilakukan oleh pihak ke-3 sehubungan dengan penghasilan yang diterima oleh Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri sehubungan dengan pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan (seperti gaji yang diterima oleh pegawai dipotong oleh perusahaan dimana dia bekerja).

- PPh Pasal 22 adalah pemungutan pajak yang dilakukan oleh pihak ke-3 sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang, impor barang dan kegiatan usaha di bidang-bidang tertentu (seperti penyerahan barang oleh rekanan kepada bendaharawan pemerintah).

- PPh Pasal 23 adalah pemotongan pajak yang dilakukan oleh pihak ke-3 sehubungan dengan penghasilan tertentu seperti : deviden, bunga, royalty, sewa, dan jasa yang diterima oleh WP badan dalam negeri, dan BUT.

- PPh Pasal 26 adalah pemotongan pajak yang dilakukan oleh pihak ke-3 sehubungan dengan penghasilan yang diterima oleh WP luar negeri.

- PPh Final (Pasal 4 ayat (2))
Ada beberapa penghasilan yang dikenakan PPh Final. Yang dimaksud final disini bahwa pajak yang dipotong, dipungut oleh pihak ketiga atau dibayar sendiri tidak dapat dikreditkan (bukan pembayaran di muka) terhadap utang pajak pada akhir tahun dalam penghitungan pajak penghasilan pada SPT Tahunan. Beberapa contoh penghasilan yang dikenakan PPh final : bunga deposito, penjualan tanah dan bangunan, persewaan tanah dan bangunan, hadiah undian, bunga obligasi dsb.

- PPh Pasal 15 adalah pemotongan pajak penghasilan yang dilakukan oleh Wajib Pajak tertentu yang menggunakan norma penghitungan khusus, antara lain perusahaan pelayaran atau penerbangan international, perushaan asuransi luar negeri, perusahaan pengeboran minyak, gas dan panas bumi, perusahaan dagang asing, perusahaan yang melakukan investasi dalam bentuk bangun guna serah.

Seperti halnya PPh Pasal 25, pemotongan/pemungutan tersebut merupakan angsuran pajak. Untuk PPh dikreditkan pada akhir tahun, sedangkan PPN dikreditkan pada masa diberlakukannya pemungutan dengan mekanisme Pajak Keluaran (PK) dan Pajak Masukan (PM).

Apabila pihak-pihak yang diberi kewajiban oleh DJP untuk melakukan pemotongan/pemungutan tidak melakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, maka dapat dikenakan sanksi administrasi berupa bunga 2% dan kenaikan 100%.


    


 

D.Pelaporan
Sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang Perpajakan, Surat Pemberitahuan (SPT) mempunyai fungsi sebagai suatu sarana bagi Wajib Pajak di dalam melaporkan dan mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah pajak yang sebenarnya terutang. Selain itu Surat Pemberitahuan berfungsi untuk melaporkan pembayaran atau pelunasan pajak baik yang dilakukan Wajib Pajak sendiri maupun melalui mekanisme pemotongan dan pemungutan yang dilakukan oleh pihak ke-3, melaporkan harta dan kewajiban, dan pembayaran dari pemotong atau pemungut tentang pemotongan dan pemungutan pajak yang telah dilakukan.

Sehingga Surat Pemberitahuan mempunyai makna yang cukup penting baik bagi Wajib Pajak maupun aparatur pajak. Pelaporan pajak disampaikan ke KPP atau KP4/KP2KP dimana Wajib Pajak terdaftar.

SPT dapat dibedakan sebagai berikut :
1)SPT Masa, yaitu SPT yang digunakan untuk melakukan pelaporan atas pembayaran pajak bulanan. Ada beberapa SPT Masa :
- PPh Pasal 21,
- PPh Pasal 22,
- PPh Pasal 23,
- PPh Pasal 25,
- PPh Pasal 26,
- PPh Pasal 4 (2)
- PPh Pasal 15
- PPN dan PPnBM
- Pemungut PPN

2) SPT Tahunan, yaitu SPT yang digunakan untuk pelaporan tahunan. Ada beberapa jenis SPT Tahunan :
- Badan
- Orang Pribadi
- Pasal 21

Saat ini khusus untuk SPT Masa PPN sudah dapat disampaikan secara elektronik (on-line) melalui aplikasi e-filing. Dalam waktu dekat, penyampaian SPT Tahunan PPh dapat dilakukan secara online melalui aplikasi e-SPT.

Keterlambatan pelaporan untuk SPT Masa PPN dikenakan denda sebesar Rp500.000,- (lima ratus ribu rupiah), dan untuk SPT Masa lainnya dikenakan denda sebesar Rp100.000,- (seratus ribu rupiah). Sedangkan untuk keterlambatan SPT Tahunan PPh Orang Pribadi Khususnya mulai tahun 2008 dikenakan denda sebesar Rp100.000,- (seratus ribu rupiah) dan SPT tahunan PPh Badan dikenakan denda sebesar Rp1.000.000,- (satu juta rupiah).


    


 

 Kewajiban Dalam Hal Diperiksa

No

Jenis SPT

Batas Waktu Pembayaran

Batas Waktu Pelaporan

Masa

1

PPh Pasal 21/26

Tgl. 10 bulan berikut

Tgl. 20 bulan berikut

2

PPh Pasal 23/26

Tgl. 10 bulan berikut

Tgl. 20 bulan berikut

3

PPh Pasal 25(angsuran Pajak) untuk wajib Pajak orang pribadi dan badan

Tgl. 15 bulan berikut

Tgl. 20 bulan berikut

  

PPh Pasal 25 (angsuran Pajak) untuk wajib Pajak kriteria tertentu yang diperbolehkan melaporkan beberapa Masa Pajak dalam satu SPT Masa

Akhir masa Pajak terakhir

Tgl 20 setelah berakhirnya masa Pajak terakhir

4

PPh Pasal 22, PPN & PPn BM oleh Bea Cukai

1 hari setelah dipungut

7 hari setelah pembayaran

5

PPh Pasal 22 - Bendaharawan Pemerintah

Pada hari yang sama saat penyerahan barang

Tgl. 14 bulan berikut

6

PPh Pasal 22 - Pertamina

Sebelum Delivery Order dibayar

Â

7

PPh Pasal 22 - Pemungut tertentu

Tgl. 10 bulan berikut

Tgl. 20 bulan berikut

8

PPh Pasal 4 ayat (2)

Tgl. 10 bulan berikut

Tgl. 20 bulan berikut

  

PPh Pasal 15

Tgl. 10 bulan berikut

Tgl. 20 bulan berikut

  

Pph Pasal 4 ayat (2), Pasal 15. 21,23 PPN dan PPnBM untuk wajib Pajak criteria tertentu

Sesuai batas waktu per SPT masa

Tanggal 20 setelkah berakhirnya masa Pajak terakhir

9

PPN dan PPn BM - PKP

Tgl. 15 bulan berikut

Tgl. 20 bulan berikut

10

PPN dan PPn BM - Bendaharawan

Tgl. 17 bulan berikut

Tgl. 14 bulan berikut

11

PPN & PPn BM - Pemungut Non Bendaharawan

Tgl. 15 bulan berikut

Tgl. 20 bulan berikut

Tahunan

1

PPh - Badan, OP, PPh Pasal 21

Tgl. 25 bulan ketiga setelah berakhirnya tahun atau bagian tahun pajak

akhir bulan ketiga setelah berakhirnya tahun atau bagian tahun pajak

2

PBB

6 (enam) bulan sejak tanggal diterimanya SPPT

----

3

BPHTB

Dilunasi pada saat terjadinya perolehan hak atas tanah dan bangunan

----


Untuk Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh Tahun Pajak 2008 batas waktu pembayarannya adalah sebelum SPT Tahunan PPh tersebut disampaikan, sedangkan untuk pelaporannya khusus untuk SPT Tahunan Badan paling lama 4 (empat) bulan setelah akhir tahun Pajak.

Untuk menguji kepatuhan wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Direktur Jenderal Pajak dapat melakukan pemeriksaan terhadap wajib Pajak. Pelaksanaan pemeriksaan dilakukan dalam rangka menjalankan fungsi pengawasan tehadap wajib Pajak yang bertujuan untuk meningkatkan kepatuhan wajib Pajak.


    


 

Kewajiban wajib Pajak yang diperiksa adalah :

1. Memenuhi panggilan untuk datang menghadiiri pemeriksaan sesuai dengan waktu yang ditentukan khususnya untuk jenis pemeriksaan kantor;

2. Memperlihatkan dan/atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasarnya, dan dokumen lain termasuk data yang dikelola secara elektronik, yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas wajib Pajak, atau objek yang terutang Pajak. Khusus untuk pemeriksaan lapangan, wajib Pajak wajib memberikan kesempatan untuk mengakses dan/atau mengunduh data yang dikelola secara elektronik

3. Memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruang yang dipandang perlu dan memberi bantuan lainnya guna kelancaran pemeriksaan;

4. Menyampaikan tanggapan secara tertulis atas surat pemberitahuan hasil pemeriksaan

5. Meminjamkan kertas kerja pemeriksaan yang dibuat oleh akuntan publik khususnya untuk jenis pemeriksaan kantor

6. Memberikan keterangan lain baik lisan maupun tulisan yang diperlukan.


Kewajiban Memberi Data

Setiap instansi pemerintah, lembaga, asosiasi dan pihak lain wajib memberikan data dan informasi yang berkaitan dengan perpajakan kepada Direktort Jenderal Pajak yang ketentuannya diatur UU Nomor 28 Tahun 2007 tentang perubahan ketiga UU Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.


 

Dalam rangka pengawasan kepatuhan pelaksanaan kewajiban perpajakan sebagai konsekuensi penerapan self assessment, data dan informasi yang berkaitan dengan perpajakan yang bersumber dari instansi pemerintah, lembaga, asosiaai dan pihak lain sangat diperlukan oleh Direktorat Jenderal Pajak. Data dan Informasi dimaksud adalah data dan informasi orang pribadi atau badan yang dapat menggambarkan kegiatan atau usaha , peredaran usaha, penghasilan dan/atau kekayaan yang bersangkutan, termasuk informasi mengenai nasabah debitur, data transksi keuangan dan lalu lintas devisa, kartu kredit, serta laporan keuangan dan/ atau laporan kegiatan usaha yang disampaikan kepada instansi lain di luar DJP.


 

Setiap orang yang dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban memberikan data dan informasi yang berkaitan dengan perpajakan dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah). Sedangkan untuk setiap orang yang dengan sengaja menyebabkan tidak terpenuhinya kewajiban pejabat dan pihak lain (kewajiban memberikan data dan informasi yang berkaitan dengan perpajakan) di pidana dengan pidana kurungan paling lama 10 (sepuluh) bulan atau denda paling banyak Rp800.000.000,- (delapan ratus juta rupiah)


Informasi Lebih Lanjut

Apabila anda ingin mengetahui lebih lanjut tentang perpajakan, anda dapat menghubungi Kantor Wilayah, KPP dan KP4/KP2KP terdekat. Anda juga dapat mengakses Web Site DJP dengan alamat www.pajak.go.id untuk mengetahui ketentuan perpajakan yang berlaku.


Pelayanan Dan Keluhan

Sampaikan keluhan, kritik dan saran anda atas pelayanan Direktorat Jenderal Pajak secara langsung ke Kring Pajak di 500200


 


 



 

Hak Wajib Pajak


 


 

Kerahasiaan Wajib Pajak
Wajib Pajak mempunyai hak untuk mendapat perlindungan kerahasiaan atas segala sesuatu informasi yang telah disampaikannya kepada Direktorat Jenderal Pajak dalam rangka menjalankan ketentuan perpajakan. Disamping itu pihak lain yang melakukan tugas di bidang perpajakan juga dilarang mengungkapkan kerahasiaan Wajib Pajak, termasuk tenaga ahli, sepert ahli bahasa, akuntan, pengacara yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak untuk membantu pelaksanaan undang-undang perpajakan.

Kerahasiaan Wajib Pajak antara lain :

- Surat Pemberitahuan, laporan keuangan, dan dokumen lainnya yang dilaporkan oleh Wajib Pajak;

Data dari pihak ketiga yang bersifat rahasia;

Dokumen atau rahasia Wajib Pajak lainnya sesuai ketentuan perpajakan yang berlaku.


 

Namun demikian dalam rangka penyidikan, penuntutan atau dalam rangka kerjasama dengan instansi pemerintah lainnya, keterangan atau bukti tertuils dari atau tentang Wajib Pajak dapat diberikan atau diperlihatkan kepada pihak tertentu yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.

Penundaan Pembayaran
Dalam hal-hal atau kondisi tertentu, Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan menunda pembayaran pajak.

Pengangsuran Pembayaran
Dalam hal-hal atau kondisi tertentu, Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan mengangsur pembayaran pajak.

Penundaan Pelaporan SPT Tahunan
Dengan alasan-alasan tertentu, Wajib Pajak dapat menyampaikan perpanjangan penyampaian SPT Tahunan baik PPh Badan maupun PPh Pasal 21.

Pengurangan PPh Pasal 25
Dengan alasan-alasan tertentu, Wajib Pajak dapat mengajukan pengurangan besarnya angsuran PPh Pasal 25.

Pengurangan PBB
Wajib Pajak orang pribadi atau badan karena kondisi tertentu objek pajak yang ada hubungannya dengan subjek pajak atau karena sebab-sebab tertentu lainnya serta dalam hal objek pajak yang terkena bencana alam dan juga bagi Wajib Pajak anggota veteran pejuang kemerdekaan dan veteran pembela kemerdekaan, dapat mengajukan permohonan pengurangan atas pajak terutang.


    


 

Pembebasan Pajak
Dengan alasan-alasan tertentu, Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan pembebasan atas pemotongan/ pemungutan pajak penghasilan.

Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak
Wajib Pajak yang telah memenuhi kriteria tertentu sebagai Wajib Pajak Patuh dapat diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak dalam jangka waktu paling lambat 1 bulan untuk PPN dan 3 bulan untuk PPh sejak tanggal permohonan.

Pajak Ditanggung Pemerintah
Dalam rangka pelaksanaan proyek pemerintah yang dibiayai dengan hibah atau dana pinjaman luar negeri PPh yang terutang atas penghasilan yang diterima oleh kontraktor, konsultan dan supplier utama ditanggung oleh pemerintah.

Insentif Perpajakan
Di bidang PPN, untuk Barang Kena Pajak tertentu atau kegiatan tertentu diberikan fasilitas pembebasan PPN atau PPN Tidak Dipungut. BKP tertentu yang dibebaskan dari pengenaan PPN antara lain Kereta Api, Pesawat Udara, Kapal Laut, Buku-buku, perlengkapan TNI/POLRI. Perusahaan yang melakukan kegiatan di kawasan tertentu seperti Kawasan Berikat mendapat fasilitas PPN Tidak Dipungut antara lain atas impor dan perolehan bahan baku.

Penetapan, Keberatan, Banding & Peninjauan Kembali

Berdasarkan hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak, maka akan diterbitkan suatu surat ketetapan pajak, yang dapat mengakibatkan pajak terutang menjadi kurang bayar, lebih bayar, atau nihil. Jika Wajib Pajak tidak sependapat maka dapat mengajukan keberatan atas surat ketetapan tersebut. Selanjutya apabila belum puas dengan keputusan keberatan tersebut maka Wajib Pajak dapat mengajukan banding. Langkah terakhir yang dapat dilakukan oleh Wajib Pajak dalam sengketa pajak adalah peninjauan kembali ke Mahkamah Agung.

 
 

a. Penetapan

Penetapan pajak dapat dilakukan oleh Direktur Jenderal Pajak. Jenis-jenis ketetapan yag dikeluarkan adalah : Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), dan Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN). Disamping itu dapat diterbitkan pula Surat Tagihan Pajak (STP) dalam hal dikenakannya sanksi administrasi dapat berupa denda, bungan, dan kenaikan


 


 


 


 


 


 


 

Sanksi Administrasi

No

Pasal

Masalah

Sanksi

Keterangan

Denda

1.

7 (1)

SPT Terlambat disampaikan :

  

  

  

  

1. Masa

  

  

  

  

a. PPN

500.000

Per SPT

  

  

b. lainnya

100.000

Per SPT

  

  

2. Tahunan

-

  

  

  

a. Orang Pribadi

100.000

Per SPT

  

  

b. Badan

1.000.000

Per SPT

  

  

  

  

  

2.

8 (3)

Pembetulan sendiri dan belum disidik

150%

Dari jumlah pajak yang kurang dibayar

3.

14 (4)

a. Pengusaha kena PPN tidak PKP

2%

\
> Dari DPP
/

  

  

b. Pengusaha tidak PKP buat faktur pajak

2%

  

  

c. PKP tidak buat faktur atau faktur tidak lengkap

2%

Bunga

1.

8 (2)

Pembetulan SPT dalam 2 tahun

2%

Per bulan, dari jumlah pajak yang kurang dibayar

2.

9 (2a)

Keterlambatan pembayaran pajak masa dan tahunan

2%

Per bulan, dari jumlah pajak terutang

3.

13 (2)

Kekurangan pembayaran pajak dalam SKPKB

2%

Per bulan, dari jumlah kurang dibayar, max 24 bulan

4.

13 (5)

SKPKB diterbitkan setelah lewat waktu 10 tahun karena adanya tindak pidana

48%

Dari jumlah pajak yang tidak mau atau kurang dibayar.

5.

14 (3)

a. PPh tahunn berjalan tidak/kurang bayar

2%

Per bulan, dari jumlah pajak tidak/kurang dibayar, max 24 bulan

  

  

b. SPT kurang bayar

2%

Per bulan, dari jumlah pajak tidak/kurang dibayr, max 24 bulan

6.

15 (4)

SKPKBT diterbitkan setelah lewat wkatu 10 tahun karena adanya tindak pidana

48%

Dari jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar

7.

19 (1)

SKPKB/T, SK Pembetulan, SK Keberatan, Putusan Banding yang menyebabkan kurang bayar terlambat dibayar

2%

Per bulan, atas jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar

8.

19 (2)

Mengangsur atau menunda

2%

Per bulan, bagian dari bulan dihitung penuh 1 bulan

9.

19 (3)

Kekurangan pajak akibat penundaan SPT

2%

Atas kekurangan pembayaran pajak

Kenaikan

1.

8 (5)

Pengungkapan ketidak benaran SPT setelah lewat 2 tahun sebelum terbitnya SKP

50%

Dari pajak yang kurang dibayar

2.

13 (3)

Apabila: SPT tidak disampaikan sebagaimana disebut dalam surat teguran, PPN/PPnBM yang tidak seharusnya dikompensasikan atau tidak tarif 0%, tidak terpenuhinya Pasal 28 dan 29

200%

Dari pajak yang kurang dibayar

  

 

a. PPh yang tidak atau kurang dibayar

50%

Dari PPh yang tidak/kurang dibayar

  

  

b. tidak/kurang dipotong/ dipungut/ disetorkan

100%

Dari PPh yang tidak/kurang dipotong/dipungut

  

  

c. PPN/PPnBM tidak atau kurang dibayar

100%

Dari PPN/PPnBM yang tidak atau kurang dibayar

3.

15 (2)

Kekurangan pajak pada SKPKBT

100%

Dari jumlah kekurangan pajak tersebut


 


    


 

Keberatan
Wajib Pajak mempunyai hak untuk mengajukan keberatan atas suatu ketetapan pajak dengan mengajukan keberatan secara tertulis kepada Direktur Jenderal Pajak paling lambat 3 bulan sejak tanggal surat ketetapan, dan atas keberatan tersebut Direktur Jenderal Pajak akan memberikan keputusan paling lama dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan sejak surat keberatan diterima.


Syarat pengajuan keberatan adalah :

a.Mengajukan surat keberatan kepada Direktur Jenderal Pajak c.q. Kepala Kantor Pelayanan Pajak setempat atas SKPKB, SKPKBT, SKPLB, SKPN, dan Pemotongan dan Pemungutan oleh pihak ketiga.


b.Diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan mengemukakan jumlah pajak terutang menurut perhitungan Wajib Pajak dengan menyebutkan alasan-alasan yang jelas.


 

c.Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak surat ketetapan pajak, kecuali Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena di luar kekuasaannya.

d.Keberatan yang tidak memenuhi persyaratan di atas tidak dianggap sebagai Surat Keberatan, sehingga tidak dipertimbangkan.


 

Banding
Apabila Wajib Pajak masih belum puas dengan Surat Keputusan Keberatan atas keberatan yang diajukannya, maka Wajib Pajak masih dapat mengajukan banding ke Badan Peradilan Pajak. Permohonan banding diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dalam waktu 3 (tiga) bulan sejak keputusan diterima dilampiri surat Keputusan Keberatan tersebut. Terhadap 1 (satu) Keputusan diajukan 1 (satu) Surat Banding. Perlu diketahui bahwa Wajib Pajak yang mengajukan banding harus membayar minimal 50% dari utang pajak yang diajukan banding. Pengadilan Pajak harus menetapkan putusan paling lambat 12 (dua belas) bulan sejak Surat Banding diterima.


Apabila putusan Pengadilan Pajak mengabulkan sebagian atau seluruh Banding, maka kelebihan pembayaran pajak dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan.


 


 


 

Peninjauan Kembali (PK)
Apabila Wajib Pajak masih belum puas dengan Putusan Banding, maka Wajib Pajak masih memiliki hak mengajukan Peninjauan Kembali kepada Mahkamah Agung. Permohonan Peninjauan Kembali hanya dapat diajukan 1 (satu) kali kepada Mahkamah Agung melalui Pengadilan Pajak.

Pengajuan permohonan PK dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 3 (tiga) bulan terhitung sejak diketahuinya kebohongan atau tipu muslihat atau sejak putusan Hakim Pengadilan pidana memperoleh kekuatan hukum tetap atau ditemukannya bukti tertulis baru atau sejak putusan banding dikirim.

Mahkamah Agung mengambil keputusan dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak permohonan PK diterima.

Kelebihan Pembayaran
Di bidang PPN, untuk Barang Kena Pajak tertentu atau kegiatan tertentu diberikan fasilitas pembebasan PPN atau PPN Tidak Dipungut. BKP tertentu yang dibebaskan dari pengenaan PPN antara lain Kereta Api, Pesawat Udara, Kapal Laut, Buku-buku, perlengkapan TNI/POLRI. Perusahaan yang melakukan kegiatan di kawasan tertentu seperti Kawasan Berikat mendapat fasilitas PPN Tidak Dipungut antara lain atas impor dan perolehan bahan baku.


Dalam hal pajak yang terutang untuk suatu tahun pajak ternyata lebih kecil dari jumlah kredit pajak, atau dengan kata lain pembayaran pajak yang dibayar atau dipotong atau dipungut lebih besar dari yang seharusnya terutang, maka Wajib Pajak mempunyai hak untuk mendapatkan kembali kelebihan tersebut. Pengembalian kelebihan pembayaran pajak dapat diberikan dalam waktu 12 (dua belas) bulan sejak surat permohonan diterima secara lengkap.


Untuk Wajib Pajak masuk kriteria Wajib Pajak Patuh, pengembalian kelebihan pembayaran pajak dapat dilakukan paling lambat 3 bulan untuk PPh dan 1 bulan untuk PPN sejak permohonan diterima. Perlu diketahui pengembalian ini dilakukan tanpa pemeriksaan.

 
 

Wajib Pajak dapat melakukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak melalui dua cara :

1. Melalui Surat Pemberitahuan (SPT),

2. Mengirimkan surat permohonan yang ditujukan kepada Kepala KPP.

Apabila DJP terlambat mengembalikan kelebihan pembayaran yang semestinya dilakukan, maka Wajib Pajak berhak menerima bunga 2% per bulan maksimum 24 bulan.